Berita Terkini

Proses Terpercaya, Hasil Legitimate

Jakarta, kpu.go.id – Trust atau kepercayaan adalah kunci dari penyelenggaraan pemilu. Hal ini mengingat pemilu adalah kompetisi, banyak pihak berkepentingan, dan tidak ada pihak manapun yang mau untuk kalah. Untuk itu, KPU butuh kepercayaan dari masyarakat, jika proses penyelenggaraan pemilu terpercaya, maka hasilnya juga legitimate.

 

Hal tersebut disampaikan Anggota KPU RI periode 2001 – 2007 Valina Singka saat memberikan pengarahan dan berbagi pengalaman dalam Orientasi Tugas Anggota KPU Kabupaten/Kota Periode 2019-2024, di Jakarta, Jumat (8/3/2019).

 

“Jika proses penyelenggaraan pemilu dipercaya masyarakat dan semua mau menerima hasil pemilu, yang kalah legowo dan yang menang juga lebih mudah dalam pelaksanaan tugas selanjutnya, dengan dukungan semua pihak tanpa gangguan apapun, itulah legitimasi pemilu,” tutur Valina yang juga pernah menjabat Anggota DKPP periode 2012 - 2017.

 

Valina juga menegaskan pentingnya peran KPU kabupaten/kota, sebagai ujung tombak keberhasilan Pemilu Serentak 2019. Sebab sebagai lembaga struktural hierarkis terbesar di Indonesia, KPU (khususnya Kab/Kota)  adalah lembaga yang langsung mengimplementasikan teknis regulasi tahapan pemilu yang kemudian dilanjutkan hingga tingkat bawah, seperti PPK, PPS, KPPS, dan Pantarlih. "Semua pekerjaan mereka itu penanggungjawab penuh ada di KPU kabupaten/kota," tambah Valina. 

 

Sementara itu, Anggota DKPP Ida Budhiati menekankan pentingnya kesiapan penyelenggara pemilu menghadapi tantangan perubahan regulasi pemilu dari masa ke masa. Masa keemasan pemilu menurut dia telah dimulai pada 2004 dimana kala itu telah diletakkan tata kelola pondasi kepemiluan di Indonesia. "Dari sebelumnya tertutup menjadi terbuka. Ada tiga elemen utama dari sisi pengelolaan pemilu, yaitu aspek electoral a law, electoral process, dan electoral justice," kata Ida. 

 

Ida juga mengingatkan, pentingnya implementasi kebijakan yang harus sama antara satu daerah dengan daerah yang lain. Misalnya tata cara memilih yaitu sah dan tidak sah, jika ada perbedaan atau ketidakkonsistenan, maka bisa berakibat penghitungan suara ulang. Jika hal itu terjadi, maka bisa juga berpotensi hukum dan kode etik. (hupmas kpu ri arf/foto: arf/ed diR)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 688 kali